Tertanggal 23 Agustus

di.
3 min readNov 15, 2022

--

bunga mekar di halaman depan kampus.

Ada banyak hal yang ingin aku sampaikan. Sejujurnya, beberapa hari ini, aku sering sekali mengulang ingatan.

Aku teringat tentang pukul enam pagi dan mengirim voice note ke teman dengan sebuah pertanyaan, “kita tahu suatu produk efektif tuh ketika apa sih?” atau “boleh ceritain nggak proses penelitiannya gimana? aku kok nggak percaya diri banget dengan apa yang aku teliti…” pun dengan “ini cara uji statistikanya gimana?”

Di lain waktu, dulu, aku akan mengirim pesan ke beberapa orang sebagai dalih mencari kawan, “Aku udah lama banget nggak bimbingan ke dosen. Kamu gimana?”

Atau di suatu siang di antara sisa-sisa tenaga setelah menghadapi bocah-bocah di kelas, aku akan membuka suatu folder di laptop dengan nama ‘TESIS’ di ruang guru sambil merenung, “Ya Allah aku bisa nyelesaiin ini nggak sih…”

Tak akan aku lupa perihal suatu momen dimana pukul sebelas malam sebelum mata nyaris memejam, ada getar pesan dari dosen yang masuk ke gawai berisi pertanyaan sebagai balas dari revisianku. “Bedanya uji efektif dan keampuhan apa? Sudah tercantum belum di laporan?” Alhasil, detik itu juga, aku beringsut dari kasur untuk mengambil buku Statistika dan kembali membaca teori-teori yang ada. Kantuk pada akhirnya hilang, sampai pagi menjelang.

“Ini ya revisi dari saya, silakan dipelajari.” Di hari minggu yang lain, satu dua dosen sama sekali nggak keberatan aku hubungi dan aku tanyai, langsung membalas.

Di saat tugas akhirku betul-betul selesai, berkali-kali aku diberi ucapan selamat karena telah menyelesaikan kewajiban oleh para dosen-dosen tersebut.

Aku juga ingat tentang kenekatanku untuk menghubungi beberapa dosen dari kampus lain yang nggak kukenal melalui Google Scholar, mencatat email yang tercantum di sana, lalu menanyakan apakah mereka bersedia bila menjadi validator penelitianku. Sepuluh dosen mungkin ada yang kuhubungi, atau lebih, tiga berbalas, yang lainnya barangkali masuk spam dan sampai sekarang nggak terbaca.

Aku pernah juga izin untuk meninggalkan siswaku dan meminjam laptop guru lain di sekolah karena suatu hal yang sangat mendadak. “Ada dosen yang mau jadi validator penelitianku dan aku harus presentasi ke beliau setengah jam lagi. Baru aja ngehubungin. Takutnya kalau nggak sekarang, nanti nggak bisa lagi. Kelasnya aku tinggal dulu nggak apa ya… nanti aku kasih tugas.”

Pernah pula di suatu kali aku harus bolak-balik mengajar dan melakukan penelitian di waktu yang sama. Sampai entah bagaimana rupaku di hari itu, naik turun tangga, keluar masuk kelas, menjelaskan ini dan itu kepada puluhan anak yang untungnya rela hati memberikan ke antusiasan mereka padaku.

Akhirnya, masa itu selesai juga

Dulu, aku kerap bilang begini pada seorang kawan, “Kamu dulu aja lah selesaiin, biar aku ikutan termotivasi.” Syukurnya dia betulan sudah menyelesaikannya lebih dulu.

Perihal motivasi, ini yang susah. Aku kerap kehilangan kepercayaan diri dengan apa yang aku lakukan. Ini benar nggak ya… yang aku bikin ini sebenarnya apa sih… kenapa dulu aku yakin banget bikin ini ya, kenapa nggak bikin yang lain sih, daaaan banyak lagi. Pertanyaan-pertanyaan itu nggak akan membawaku kemana-mana, aku tahu, tapi isi kepalaku ini entah kenapa sulit sekali dikontrolnya.

“Yang sabar.”

“Sabaaaar.”

“Bisa kok bisa.”

“Semangat yaaa.”

“Kak Diiii, kamu apa kabarnya? Semoga baik-baik yaa.”

“Kereeeen banget keren. Yok bentar lagi yok.”

“Proud of youuuu.”

“Tidur dulu tidur. Jam tidurmu itu, lho.”

“Kaaaaak semoga doa-doa kakak terkabul yah, dilancarin segala urusannya, isitirahat yang cukup, jangan lupa makan minum juga.”

“Eh temen gua keren bangeeeet. Bisa bisa.”

“You did well. You did well.”

Orang-orang, dengan caranya masing-masing, ada saja pesan yang mereka beri padaku. Beberapa pesan aku catat, biar bisa aku ingat baik-baik, jadi kalau di suatu waktu isi kepalaku ricuh lagi, aku baca pesan-pesan itu. Beberapa hari ini aku membacanya, bukan karena isi kepalaku yang ricuh — biarpun memang iya juga, tapi ini bukan karena itu, melainkan karena memang sudah sepatutnya aku bersyukur dikelilingi oleh orang-orang baik yang dengan kesediaannya memberiku banyak doa dan dukungan.

Terima kasih ya sudah mau berinteraksi denganku. Semoga doa baiknya juga kembali ke sumbernya, ke kalian, ke kamu, ke orang-orang di sekitarku.

— ditulis pada 23 Agustus 2022, sehabis ujian tesis.

--

--

No responses yet